Ilmu Rasm Qur’an (4): Kaitan Rusmul
Qur’an Dengan Qira’at
Oleh:
Alwanul Haq
Secara etimologi Qiraat berarti
‘bacaan’. Sedangkan Secara terminologi atau istilah ilmiyah Qiraat adalah salah
satu Mazhab (aliran) pengucapan Qur’an yang dipilih oleh seorang imam qurra’
sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab yang lainya.
Qiraat ini ditetapkan berdasarkan
sabad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. Periode qurra’ (ahli / imam qiraat)
yang mengajarkan bacaan Qur’an kepada orang-orang menurut cara mereka
masing-masing adalah dengan berpedoman kepada masa para sahabat.diantara para
sahabat yang terkenal yang mengajarkan qira at ialah Ubai, Ali, Zaid bin Sabit,
Ibn Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari dan lain-lain. Dari mereka itulah sebagian
besar sahabat dan Tabi’in di berbagai negeri belajar qira’at yang semuanya bersandar
kepada Rasulullah.
Sahabat-sahabat nabi terdiri dari
beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunya lahjah (bunyi suara /
sebutan) yang berlainan satu sama lain. Memaksa mereka menyebut pembacaan atau
membunyikan al-Qur’an dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal
menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah Yang Maha Bijaksana
menurunkan al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan
Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karna itu menghasilkan
bacaan al-Qur’an dalam berbagai rupa atau macam bunyi lahjah. Dan bunyi lahjah
yang biasa ditanah Arab ada tujuh macam. Di samping itu ada beberapa lahjah
lagi. Sahabat-sahabat nabi menerima al-Qur’an dari nabi menurut lahjah bahasa
golonganya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan al-Qur’an menurut lahjah mereka
sendiri. Sesudah itu munculah segolongan ulama yang serius mendalami ilmu
qira’at sehingga mereka menjadi pemuka qira’at yang dipegangi dan dipercayai.
Oleh karena mereka semata-mata mendalami qira’at untuk mendakwahkan al-Qur’an
pada umatnya sesuai dengan lahjah tadi. Kemudian muncullah qurra-qurra yang
kian hari kian banyak. Maka ada diantara mereka yang mempunyai keteguhan
tilawahnya, lagi masyhur, mempunyai riwayah dan dirayah dan ada diantara mereka
yang hanya mempunyai sesuatu sifat saja dari sifat-sifat tersebut yang
menimbulkan perselisihan yang banyak.
Untuk menghindarkan umat dari
kekeliruan para ulama berusaha menerangkan mana yang hak mana yang batil. Maka
segala qira’at yang dapat disesuaikan dengan bahasa arab dan dapat disesuaikan
dengan salah satu mushaf Usmani serta sah pula sanadnya dipandang qira’at yang
bebas masuk kedalam qira’at tujuh, maupun diterimanya dari imam yang sepuluh
ataupun dari yang lain.
Meskipun mushaf Utsmani tetap
dianggap sebagai satu-satunya mushaf yang dijadikan pegangan bagi umat Islam
diseluruh dunia dalam pembacaan Al-Qur’an, namun demikian masih terdapat juga perbedaan
dalam pembacaan. Hal ini disebabkan penulisan Al-Qur’an itu sendiri pada waktu
itu belum mengenal adanya tanda-tanda titik pada huruf-huruf yang hampir sama
dan belum ada baris harakat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan
bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata
masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal itu di
buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an.
Dengan demikian hubungan rasmul
Qur’an dengan Qira’at sangat erat. Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat
ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian
yang terkandung didalam Al-Qur’an.Untuk mengatasi permasalahan tersebut Abu
Aswad Ad-Duali berusaha menghilangkan kesulitan-kesulitan yang sering dialami
oleh orang-orang Islam non Arab dalam membaca Al-Qur’an dengan memberikan
tanda-tanda yang diperlukan untuk menolong mereka membaca ayat-ayat al-Qur’an
dan memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’an tersebut.
Ket: Diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar