Rabu, 08 Maret 2017

Ilmu Rasm Qur’an (1): Pengertian Dan Sejarah Rasm Al Qur’an




Ilmu Rasm Qur’an (1): Pengertian Dan Sejarah Rasm Al Qur’an 

Oleh:
Alwanul Haq

Kata rasm adalah bentuk isim masdar dari rasama-yarsumu, yang berarti menggambar, atau menulis. Kata Rasm Alqur’an berarti penulisan Alqur’an atau dapat berarti pembukuan Alqur’an.

 Rasm Alqur’an menurut istilah adalah pembukuan, atau penulisan mushhaf Alqur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafadz-lafadznya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakannya. Jadi Rasmul Alqur’an atau Rasm Utsmani atau Rasm Utsman adalah tata cara menuliskan Alqur’an yang ditetapkan pada masa khlalifah Utsman bin Affan. Istilah Rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Alqur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Alqur’an. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Muaz bin Jabbal, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits. 


Rasmul al-Qur’an yaitu : Penulisan Al-Qur’an yang dilakukan oleh 4 sahabat yang dikepalai oleh Zaid bin Tsabit, dibantu tiga sahabat yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan yang dilatar belakangi oleh saran dari Umar bin Khattab kepada Abu Bakar, kemudian keduanya meminta kepada Zaid bin Tsabit selaku penulis wahyu pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam untuk mengumpulkan (menulis) Al-Qur’an ini dikarenakan banyaknya para sahabat dan khususnya 700 penghafal Al-Qur’an syahid pada perang Yamamah.

Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an : melalui 4 tahap
         
a)      Tahap Pertama
Zaman Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada tahap ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan kerana hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat disamping sedikitnya orang yang mampu membaca dan menulis, Bahkan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk menulis juga tidak begitu banyak. Oleh kerana itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan terus menghafalnya atau menuliskannya dengan kelengkapan seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu atau tulang belikat unta. Jumlah para penghafal Al-Qur’an sangat banyak.

b)     Tahap Kedua 

 Pada zaman Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘anhu pada tahun 12 Hijriyah. Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas hamba Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya. 

Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang.Kaum muslimin pada waktu itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sehingga Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar kerana, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.

c)      Tahap Ketiga 

 Pada zaman Amirul Mukminin Uthman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu, yaitu pada tahun 25 Hijri yah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Uthman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya.  

Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Usman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah :
Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa perlu kepada kaum muslimin untuk bersatu pada satu dialek; hal itu disebabkan lebih terlihat pengaruh dari perbezaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja. Manakala tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Uthman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an kerana timbulnya pengaruh yang
mengkhuatirkan pada perbezaan dialek bacaan Al-Qur’an.

d)     Tahap Keempat 

Pemberian titik dan baris, terdiri dari tiga fase :

1)      Mu'awiyah bin Abi Sofyan menugaskan Abul Aswad Ad-dualy untuk meletakkan tanda bacaan (i'rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan dalam membaca.

2)      Abdul Malik bin Marwan menugaskan Al Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya (Baa'; dengan satu titik di bawah, Ta; dengan dua titik di atas, Tsa; dengan tiga titik di atas). Pada masa itu Al Hajjaj meminta bantuan kepada Nashr bin 'Ashim al-laith dan yahya  bin Ya'mar.

3)      Peletakan baris atau tanda baca (i'rab) seperti: Dhammah, Fathah,  Kasrah dan Sukun, mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy.

Hasil yang didapati dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya: Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun boleh dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan,tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.

       Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dan orang dewasa, terpelihara kesuciannya  ketika dipermainkan oleh tangan-tangan kotor, para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.
Ket: Diolah dari berbagai sumber

1 komentar:

  1. maasyaa Allah..sarat keilmuan, mohn ijin copas untuk bahan sy belajar ya..nuhun

    BalasHapus