Ilmu Rasm Qur’an (1): Pengertian Dan Sejarah Rasm Al Qur’an
Oleh:
Alwanul Haq
Kata
rasm adalah bentuk isim masdar dari rasama-yarsumu, yang berarti
menggambar, atau menulis. Kata Rasm Alqur’an berarti penulisan Alqur’an atau
dapat berarti pembukuan Alqur’an.
Rasm Alqur’an menurut istilah adalah
pembukuan, atau penulisan mushhaf Alqur’an yang dilakukan dengan cara khusus,
baik dalam penulisan lafadz-lafadznya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakannya.
Jadi Rasmul Alqur’an atau Rasm Utsmani atau Rasm Utsman adalah tata cara
menuliskan Alqur’an yang ditetapkan pada masa khlalifah Utsman bin Affan.
Istilah Rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Alqur’an yang digunakan
Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Alqur’an.
Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Muaz bin
Jabbal, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits.
Rasmul al-Qur’an yaitu : Penulisan Al-Qur’an
yang dilakukan oleh 4 sahabat yang dikepalai oleh Zaid bin Tsabit, dibantu tiga
sahabat yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan yang
dilatar belakangi oleh saran dari Umar bin Khattab kepada Abu Bakar, kemudian
keduanya meminta kepada Zaid bin Tsabit selaku penulis wahyu pada zaman
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam untuk mengumpulkan (menulis) Al-Qur’an
ini dikarenakan banyaknya para sahabat dan khususnya 700 penghafal
Al-Qur’an syahid pada perang Yamamah.
Penulisan dan pengumpulan
Al-Qur’an : melalui 4 tahap
a) Tahap Pertama
Zaman Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada
tahap ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada
tulisan kerana hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat
disamping sedikitnya orang yang mampu membaca dan menulis, Bahkan
peralatan-peralatan yang diperlukan untuk menulis juga tidak begitu banyak.
Oleh kerana itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia
akan terus menghafalnya atau menuliskannya dengan kelengkapan seadanya di
pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu atau tulang belikat unta. Jumlah
para penghafal Al-Qur’an sangat banyak.
b)
Tahap Kedua
Pada zaman Abu
Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘anhu pada tahun 12 Hijriyah. Penyebabnya adalah :
Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya
Salim bekas hamba Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an
darinya.
Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk
mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang.Kaum muslimin pada waktu itu
seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar. Mereka menganggap
perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sehingga
Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar
pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar kerana, dialah orang yang pertama kali
mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
c)
Tahap Ketiga
Pada zaman
Amirul Mukminin Uthman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu, yaitu pada tahun 25 Hijri yah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada
dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di
tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi
fitnah, maka Uthman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan
mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda
bacaannya.
Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Usman dan
pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah :
Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa perlu kepada kaum muslimin untuk bersatu pada satu dialek; hal itu disebabkan lebih terlihat pengaruh dari perbezaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja. Manakala tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Uthman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an kerana timbulnya pengaruh yang mengkhuatirkan pada perbezaan dialek bacaan Al-Qur’an.
Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa perlu kepada kaum muslimin untuk bersatu pada satu dialek; hal itu disebabkan lebih terlihat pengaruh dari perbezaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja. Manakala tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Uthman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an kerana timbulnya pengaruh yang mengkhuatirkan pada perbezaan dialek bacaan Al-Qur’an.
d)
Tahap
Keempat
Pemberian titik dan baris, terdiri dari tiga
fase :
1) Mu'awiyah bin Abi Sofyan menugaskan Abul Aswad
Ad-dualy untuk meletakkan tanda bacaan (i'rab) pada tiap kalimat dalam bentuk
titik untuk menghindari kesalahan dalam membaca.
2) Abdul Malik bin Marwan menugaskan Al Hajjaj bin Yusuf
untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya (Baa';
dengan satu titik di bawah, Ta; dengan dua titik di atas, Tsa; dengan tiga
titik di atas). Pada masa itu Al Hajjaj meminta bantuan kepada Nashr bin 'Ashim al-laith dan yahya bin Ya'mar.
3) Peletakan baris atau tanda baca (i'rab) seperti:
Dhammah, Fathah, Kasrah dan Sukun,
mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al
Farahidy.
Hasil yang didapati dari pengumpulan ini terlihat
dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di
antaranya: Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih
sayang. Kemudian mudharat yang besarpun boleh dihindari yang di antaranya
adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan,tersebar luasnya kebencian dan
permusuhan.
Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dan orang dewasa, terpelihara kesuciannya ketika dipermainkan oleh tangan-tangan kotor, para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.
Ket: Diolah dari berbagai sumber
maasyaa Allah..sarat keilmuan, mohn ijin copas untuk bahan sy belajar ya..nuhun
BalasHapus