Ilmu Kalam (2): Pemikiran Kalam Ismail al Faruqi
Oleh:
Alwanul Haq
Pemikiran kalam Ismail al Faruqi
tertuang dalam karyanya yang berjudul “Tauhid”. Dalam karyanya ini beliau mengungkapkan bahwa
syahadat menempati posisi sentral dalam kehidupan manusia baik dalam setiap
kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Tauhid merupakan pandangan
umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia, dan
takdir. Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat, al Faruqi
membaginya kedalam tiga identitas, yakni: pertama, menenentang
etnisentrisme yakni tata sosial Islam adalah universal mencakup seluruh ummat
manusia tanpa kecuali dan tidak hanya untuk segelitir suku tertentu. Kedua,
universalisme yakni Islam meliputi seluruh ummat manusia yang cita-cita
tersebut diungkapkan dalam ummat dunia.Ketiga totalisme, yakni Islam relevan
dengan setiap bidang kegiatan hidup manusia dalam artian Islam tidak hanya
menyangkut aktivitas manusia dan tujuan di
masa mereka saja tetapi menyangkut
aktivitas manusia disetiap masa dan tempat.Dalam hal kesenian, beliau
tidak menentang kreativitas manusia, tidak juga menentang kenikmatan dan
keindahan.Menurutnya Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam
diri Tuhan dan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.
Secara
terperinci Ismail al Faruqi menjelaskan hakikat
tauhid sebagai berikut :
1)
Tauhid sebagai inti pengalaman agama.
Inti pengalaman agama adalah Tuhan, sehingga kalimah syahadat menempati posisi
sentral dalam setiap kedudukan, tindakan dan pemikiran setiap muslim. Kehadiran
Tuhan mengisi kesadaran muslim dalam setiap waktu. Bagi kaum muslimin, Tuhan
benar-benar merupakan obsesi yang agung. Esensi pengalaman agama dalam Islam
tiada lain adalah realitas prinsip bahwa hidup dan kehidupan ini tidaklah
sia-sia.
2)
Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid
merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu,
sejarah manusia, dan takdir.
3)
Tauhid sebagai intisari Islam.
Esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri, dan esensi Islam adalah
tauhid atau pengesaan Tuhan. Tidak ada satu perintahpun dalam Islam yang dapat
dilepaskan dari tauhid, tanpa tauhid Islam tidak akan ada. Tanpa tauhid, bukan
hanya sunnah Nabi yang patut diragukan, tetapi bahkan pranata kenabianpun akan
menjadi sirna.
4)
Tauhid sebagai prinsip sejarah.
Tauhid
menempatkan manusia pada suatu etika berbuat atau bertindak, yaitu etika
keberhargaan manusia sebagai pelaku moral diukur dari tingkat keberhasilan yang
dicapainya dalam mengisi aliran ruang dan waktu. Eskatologi Islam tidak
mempunyai sejarah formatif. Ia terlahir lengkap dalam al-Qur’an, dan tidak
mempunyai kaitan dengan situasi para pengikutnya pada masa kelahirannya seperti
halnya dalam agama Yahudi dan Kristen. Ia dipandang sebagai suatu klimaks moral
bagi kehidupan di atas bumi.
5)
Tauhid sebagai prinsip pengetahuan.
Berbeda dengan iman
dalam agama Kristen, iman dalam Islam adalah kebenaran yang diberikan
kepada pikiran, bukan kepada perasaan manusia
yang mudah mempercayai apa saja. Kebenaran atau proposisi iman bukanlah
misteri, melainkan bersifat kritis dan rasional.
6)
Tauhid sebagai prinsip metafisika.
Dalam Islam alam adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai ciptaan, alam
bersifat teleologis, sempurna dan teratur. Sebagai anugerah, alam merupakan kebaikan
tidak mengandung yang disediakan untuk manusia. Tujuannya adalah memungkinkan
manusia melakukan kebaikan dan mencapai kebahagiaan. Tiga penilaian;
keteraturan, ketertujuan, dan kebaikan ini menjadi ciri dan meringkas pandangan
umat Islam terhadap alam.
7)
Tauhid sebagai prinsip etika.
Tauhid
menegaskan bahwa Tuhan telah memberi amanat kepada manusia, suatu amanat yang
tidak mampu dipikul oleh langit dan bumi, amanat yang mereka hindari dengan
penuh ketakutan. Amanat atau kepercayaan ilahi tersebut berupa pemenuhan unsur
etika dan kehendak ilahi, yang sifatnya mensyaratkan bahwa ia harus
direalisasikan dengan kemerdekaan, dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang
mampu melaksanakannya.
8)
Tauhid sebagai prinsip tata sosial.
Dalam Islam tidak ada perbedaan antara manusia satu dan manusia lainnya.
Masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka dan setiap orang boleh bergabung
dengannya, baik sebagai anggota tetap maupun sebagai yang dilindungi (dzimmah).
Karenya masyarakat Islam harus berusaha mengembangkan diri untuk mencakup
seluruh umat manusia, sebab jika tidak ia akan kehilangan klaim keislamannya.
9)
Tauhid sebagai prinsip ummah.
Prinsip ummah tauhidi menyangkut tiga identitas, yaitu pertama
menentang etnosentrisme, artinya bahwa tata sosial Islam adalah
universal, menyangkut seluruh umat manusia tanpa kecuali (tidak hanya untuk
segelintir etnis). Kedua, universalisme, artinya Islam bersifat
universal yang meliputi seluruh umat manusia. Ketiga, totalitas, artinya
Islam relevan dengan setiap bidang kegiatan hidup manusia. Totalitas tata sosial Islam tidak hanya menyangkut aktivitas
manusia dan tujuannya di masa mereka saja, melainkan juga mencakup seluruh
aktivitas di setiap masa dan tempat. Keempat, kemerdekaan, maksudnya
tata sosial Islam adalah kemerdekaan, sebab jika dibangun dengan kekerasan atau
dengan memaksa maka Islam akan kehilangan sifatnya yang khas.
10) Tauhid sebagai prinsip keluarga.
Selama tetap melestarikan identitas diri dari gerogotan komunisme dan
ideologi-ideologi Barat, umat Islam akan menjadi masyarakat yang selamat dan
tetap menempati kedudukan terhormat. Keluarga Islam memiliki peluang lebih
besar untuk itu, karena ditopang oleh hukum dan dideterminisi oleh hubungan
erat dengan tauhid.
11)
Tauhid sebagai prinsip tata politik.
Tata politik tauhid dengan kekhalifahan adalah saling keterkaitan.
Kekhalifahan adalah kesepakatan tiga dimensi, yaitu kesepakatan wawasan (ijma’
ar-ru’yah), kehendak (ijma’ al-iradah), dan tindakan (ijma’
al-‘amal).
12)
Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi.
Al-Faruqi melihat bahwa premis mayor implikasi Islam untuk tata ekonomi
melahirkan dua prinsip utama, yaitu pertama bahwa tidak ada seorang atau
kelompokpun boleh memeras yang lain. Kedua, tidak satu kelompokpun boleh
mengasingkan atau memisahkan diri dari umat manusia lainnya dengan tujuan untuk
membatasi kondisi ekonomi mereka pada diri mereka sendiri.
13) Tauhid sebagai prinsip estetika.
Tauhid tidak menentang kreativitas seni, kenikmatan, dan keindahan.
Sebaliknya, Islam justru menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri
Tuhan dan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firmar-Nya.
Ket: Diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar