Rabu, 08 Maret 2017

Ilmu Kalam (4): Pemikiran Kalam Hasan Hanafi

Ilmu Kalam (4): Pemikiran Kalam Hasan Hanafi

Oleh:
Alwanul Haq 


                 Kritik terhadap teologi Tradisional

Teologi islam (ilm al-kalam asy’ari), secara teoritis, menurut Hasan Hanafi, tidak bisa dibuktikan secara ‘ilmiah’ maupun ‘filosofis’. Teologi yang bersifat dialektik lebih diarahkan untuk mempertahankan doktrin dan memelihara kemurniaannya, bukan dialektik tentang  konsep watak sosial dan sejarah, disamping ini ilmu kalam juga sering disusun sebagai persembahan kepada para penguasa, yang dianggap sebagai wakil Tuhan di bumi. Hingga pemikiran teologi lepas dari sejarah. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa teologi tradisional lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman yang bertujuan untuk memelihara kemurniannya.Kondisi ini berbeda dengan kenyataan sekarang bahwa Islam mengalami kekalahan akibat kolonialisasi, sehingga perubahan kerangka konseptual lama pada masa-masa permulaan yang berasal dari kebudayaan klasik menuju kerangka konseptual yang baru yang berasal dari kebudayaan modern harus dilakukan.


Hanafi memandang  teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial politik. Sehingga kritik teologi memang merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan karena merupakan produk pemikiran manusia yang terbuka untuk dikritik.Hal ini sesuai dengan defenisi beliau tentang teologi itu sendiri, bahwa teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan karena Tuhan tidak tunduk pada ilmu.Tuhan mengungkapkan diri dalam Firman-Nya yang berupa wahyu.

Dalam pandangan hanafi , adalah protes , oposisi dan refolusi. Baginya, islam memiliki makna ganda. Pertama, islam sebagai ketundukan., yang diberlakukan oleh kekuatan politik kelas atas. Kedua, islam sebagai revolusi, yang diberlakukan oleh mayoritas yang tidak berkuasa dan kelas orang miskin.


   Rekontruksi Teologi

Sebagai konsekuensi atas pemikirannya yang menyatakan bahwa para ulama tradisional telah gagal dalam menyusun teologi yang modern, maka Hanafi mengajukan saran rekontruksi teologi.

Karena menganggap teologi islam tidak ‘ilmiah’ dan tidak ‘membumi’, Hanafi mengajukan konsep baru tentang teologi Islam. Tujuannya untuk menjadikan teologi bukan sekedar sebagai dogma keagamaan yang kosong, melainkan menjelma sebagai ilmu tentang perjuangan sosial,menjadikan keimanan berfungsi secara aktual. Karena itu gagasan Hanafi yang berkaitan dengan teologi, berusaha untuk mentransformasikan teologi tradisional yang bersifat teosentris menuju antroposentris dari Tuhan kepada manusia (bumi). Pemikiran ini didasarkan pada dua alasan yaitu :  Pertama,  kebutuhan akan adanya sebuah ideologi (teologi) yang jelas di tengah pertarungan global antara berbagai ideologi. Kedua, pentingnya teologi baru yang bukan hanya bersifat teoritik tetapi sekaligus praktis yang bisa mewujudkan sebuah gerakan dalam sejarah.

Untuk mengatasi kekurangan teologi klasik yang dianggap tidak berkaitan dengan realitas sosial, Hanafi menawarkan dua teori yaitu Analisa bahasa dan analisa Realitas.

 Bahasa  dalam teologi klasik adalah warisan nenek moyang dalam bidang  teologi yang khas dan seolah-olah sudah menjadi doktrin. Adapun analisa Realitas. Menurut Hanafi analisa realitas  dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis, munculnya teologi di masa lalu dan bagaimana pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat atau para penganutnya. Dalam mengembangkan pemikiran teologinya, Hasan Hanafi menggunakan metode  Fenomenologi dan Hermeneutik.

 Fenomenologi adalah sebuah metode berfikir yang berusaha untuk mencari hakekat sebuah fenomena atau realitas.   Hanafi menggunakan metode ini untuk menganalisa dan memahami realitas sosial, politik dan ekonomi. Hanafi ingin agar realitas islam berbicara bagi dirinya sendiri, bahwa islam adalah Islam yang harus dilihat dari kacamata islam itu sendiri, bukan dari kacamata Barat. Jika Barat dilihat dari kacamata barat dan Islam juga dilihat dari Barat, akan terjadi ‘sungsang’, ketidak tepatan.

 Hermeneutik adalah sebuah cara penafsiran teks atau simbol. Metode ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa sekarang. Hanafi menggunakan metode Hermeneutik untuk melanfirkan gagasannya berupa antroposentrisme teologis dari wahyu kepada kenyataan, bagi hanafi yang dimaksud hermeneutik bukan saja interpretasi ( tafsiran) tetapi ilmu yang menjelaskan tentang pikiran tuhan kepada tingkat dunia, dari yang sakral menjadi realitas sosial.


Ket: Diolah dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar